Cerpen ‘Musyawarah Para Pencuri’, Sindiran Tajam untuk Realitas Sosial Hari Ini
Cerpen ‘Musyawarah Para Pencuri’, Sindiran Tajam untuk Realitas Sosial Hari Ini

Gedung Perpustakaan UIN Jakarta, Berita Online – Sastra tidak pernah kehilangan daya untuk mengkritik zaman. Hal ini tampak dalam sesi Bedah Cerpen “Musyawarah Para Pencuri” karya Mahwi Air Tawar, yang menjadi bagian dari puncak Library Festival 2025 di Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jum’at (20/06/2025), kemarin.

isian berita_23-06-2025Cerpen tersebut menyuguhkan cerita yang menggambarkan ironi di balik wajah religius dan moralitas sosial yang tampak. Bukan hanya berkisah tentang pencurian secara fisik, cerpen ini justru menyoroti pencurian moral, nalar sehat, dan keadilan atas nama kebaikan bersama. Dengan gaya naratif yang satir dan simbolik, Mahwi menyingkap realitas sosial yang kerap luput dari perhatian.

Pencurian Moralitas dalam Balutan Religiusitas
Dalam salah satu penggalan ceritanya, tokoh utama Sahri—seorang takmir masjid—memiliki cara yang unik dan kontroversial demi menggalang dana untuk membeli keramik masjid. Ia merancang skenario “pencurian” sapi milik warga, dengan maksud memancing simpati dan sumbangan dari masyarakat.

“Terkadang agar orang mau berbuat baik harus diperlakukan dengan tidak baik,” ungkap Mahwi, sembari menggambarkan dilema moral yang menjadi inti narasi cerpen ini. Melalui sudut pandang tokoh pencuri yang diajak bekerja sama oleh Sahri, pembaca disuguhkan dinamika sosial yang kompleks: bagaimana agama, kemiskinan, dan kepentingan pribadi dapat menyatu dalam tindakan yang dianggap “berniat baik”, tetapi bermasalah secara etika.

Lebih lanjut, cerita ini dengan cerdas mengangkat pertanyaan etis yang menggelisahkan: bolehkah sebuah niat baik dilegitimasi dengan cara yang salah? Mahwi menghadirkan realitas bahwa di balik wacana keagamaan dan tradisi, sering kali tersembunyi praktik yang manipulatif dan pragmatis.

Cerpen Mahwi Air TawarKritik Sosial dalam Balutan Sastra
Cerpen “Musyawarah Para Pencuri” bukan hanya sebuah karya fiksi, melainkan sindiran tajam terhadap tatanan sosial yang kerap dijustifikasi atas nama tradisi atau agama. Tradisi musyawarah yang dalam praktik idealnya menjunjung keadilan dan mufakat, justru ditampilkan sebagai alat kompromi untuk membenarkan tindakan-tindakan tidak etis.

Dalam diskusi yang berlangsung selama bedah cerpen, peserta diajak untuk memahami konteks simbolik dari cerita, serta bagaimana sastra mampu membuka ruang interpretasi sosial yang lebih luas. “Cerpen ini mengajak kita mempertanyakan, apakah niat baik bisa membenarkan cara yang salah? Dan apakah moralitas masyarakat benar-benar murni, atau sekadar topeng?” ujar Mahwi.

Siapa ‘Mahwi Air Tawar’?
Mahwi Air Tawar merupakan sastrawan asal Sumenep, Madura, kelahiran 1983. Ia dikenal sebagai penulis cerpen dan puisi, dengan karya-karya yang telah dimuat di berbagai media nasional. Beberapa bukunya yang telah diterbitkan antara lain Blater, Karapan Laut, dan Pulung. Karyanya telah mendapatkan sejumlah penghargaan, antara lain dari Balai Bahasa Yogyakarta (2012) dan STAIN Purwokerto (2010). Kini, Mahwi menetap di Kampung Kebon, Cinangka, Depok, dan masih aktif dalam komunitas sastra.

Pada akhirnya, Mahwi mengajak publik untuk tak hanya menikmati cerita, tetapi juga menggali makna dan mempertanyakan kenyataan, serta menjadi bukti bahwa cerita pendek bisa menjadi cermin tajam bagi wajah Masyarakat kita hari ini. *RMr


Untuk update berita dan informasi lebih lanjut, bisa di akses:

WA Channels Perpus
Go Library Perpus

🌐 Website: https://perpus.uinjkt.ac.id/id
📸 Instagram: https://www.instagram.com/perpusuinjkt/
▶️ YouTube: https://www.youtube.com/@pusatperpustakaan5231
FB: https://www.facebook.com/pusatperpustakaanuinjkt
X: https://x.com/i/flow/login?redirect_after_login=%2Fperpusuinjkt